Insentif Penelitian
Tunjangan Professor Riset diusulkan naik 10 kali lipat
Sumber : Kompas, Sabtu, 22 November 2008 hal 14
Tunjangan peneliti berdasarkan usulan yang diajukan kepala lembaga Ilmu pengentahuan
Dijelaskan wakil kepala LIPI Lukman Hakim ,Jumat (21/11), kenaikan tunjangan peneliti ini diajukan berdasarkan peraturan presiden Nomor 30 Tahun 2007 yang mulai berlaku per 1 janauari 2009.
Ditegaskan Presiden
Kepedulian pemerintah pada kesehjateraan peneliti, ujar Menteri Negara Riset dan Teknoilogi Kusmayanto Kadiman, dikemukakan presiden RI pada Hari Kebangkitan teknologi nasional Agustus lalu di istana Negara. Ketka itu presiden mengatakan telah memerintahkan , Menkeu , Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Negara Riset dan Teknologi, serta menteri Pendidikan Nasional untuk merealisasikannya. Selain itu, pada pidato di Sidang Paripurna DPR, JUmat (15/8), Presiden juga menyebutkan pentingnya menaikan kesehjateraan peneliti.
Lukman mengatakan, pada tahun 1983 tunjangan Ahli Peneliti Utama (APU) sebesar Rp.900.000,- dua kali lipat tunjangan pejabat eselon I. Namun kini, tunjangan APU hanya naik jadi Rp.1,4 juta, sedangkan eselon I telah menjadi Rp.5,5 juta. Kondisi ini mendorong penelti menjalani pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan tidak sedikit yang keluar atau bekerja di perusahaan swasta.
Dorongan peneliti untuk bekerja di luar negeri juga kian besar, terutama di
Tanggapan :
Artikel di atas memberikan angin segar dan harapan bagi para peneliti untuk pemerintah di
Namun tidak semua peneliti bernasib seperti itu, ada juga peneliti yang bisa mengembangkan hasil penelitian dan dapat diterima oleh pangsa pasar atau kerjasama dengan pihak luar negeri sehingga mereka mendapatkan konpensasi. Memang kita menyadari bahwa anggaran untuk riset sangat kecil dibandingkan negara-negara tetangga kita. Sehingga jangan heran bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan riset jauh-jauh tertingga dengan Negara asia seperti
Coba anda bayangkan, jika anda sebagai peneliti yang sedang bekerja di suatu laboratorium harus “direcokin” dengan kebutuhan dasar hidup. Apalagi biaya pendidikan anak-anaknya semakin mahal, jangan heran kalau ada para peneliti terpaksa harus “menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan” untuk meminjam uang ke bank atau hidup dengan metode “buka dan tutup lubang” diberbagai tempat demi menyambung hidup. Mereka harus berkerja sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup. Kadang mereka bekerja sesuai kepakarannya namun bersifat “swasta” atau diluar kepakarannya.
Mereka hidup didua alam diantara “keprofesionalisme profesi” atau “kebutuhan dasar hidup”. Jarang para professional peneliti terlibat dari unsur korupsi atau plagiat karena telah mempunyai kode etik profesi. Mereka murni bekerja atas dasar keingintahuan dari suatu fenomena disekitar sehingga dapat menciptakan atau juga memberikan solusi pasti masalah-masalah di masyarakat. Maka sangat disayangkan kalau para kaum intelektual ini yang berpendidikan S1, S2, S3 atau post doctoral program harus berputar otak bagaimana memenuhi kebutuhan dasar hidup keluarga selain salary utama di kantornya.
That’s the fact of life, my friends…….We must realize it